Aling - Aling

Aling - Aling adalah pembatas antara angkul - angkul dengan pekarangan rumah maupun tempat suci yang berfungsi sebagai penetralisir dari gangguan negatif baik secara sekala maupun niskala.

Dahulu di Bali, sebuah aling - aling oleh masyarakat umum, masyarakat biasanya menggunakan kelangsah (daun kelapa kering) atau kelabang mantri sebagai sarana proteksi dari kekuatan negatif dimana sulaman atau ulat-ulatan dari daun kelapa tersebut diletakkan pada aling-aling, namun ada yang menempatkan sebagai penghias aling-aling digunakan sebuah patung yang sebagaimana disebutkan dari kutipan Bale Bengong, patung untuk mempercantik arsitektur Bali,
  • Sebagai pembatas antara angkul - angkul dan pekarangan rumah, biasanya ada yang menggunakan patung Ganesha sebagai simbul kebijaksanaan.
  • Sedangkan pembatas antara angkul - angkul dan tempat suci dalam pekarangan rumah, biasanya digunakan patung Nawa Sura & Nawa Sari yang diletakkan pada pintu masuk merajan atau sanggah, tempat sembahyang di rumah. 
      • Nawa Sura digambarkan dengan sosok raksasa dengan senjata berupa kapak atau pedang, 
      • Sedangkan Nawasari bersenjatakan bunga
    • Sama halnya pada angkul-angkul (pintu gerbang di rumah). Kedua patung ini mengapit pintu masuk sebelum menuju area merajan atau sanggah.
Penggunaan sebuah aling-aling sebagai pembatas digunakan pada kondisi tertentu yang oleh Ida Pedanda Gede Made Gunung dalam artikelnya di facebook disebutkan bahwa,
  • Sebuah aling-aling digunakan misalnya jika pintu masuk pekarangan sejajar dengan pintu kamar rumah, atau pintu pekarangan rumah yang sejajar / tumbak jalan maka diperlukan sebuah penghalang. 
  • Jika kondisi pekarangan tidak seperti tersebut diatas, maka tidak perlu dibuatkan aling-aling. 
  • Andaikata pekarangan memerlukan aling-aling namun tempat yang tidak memungkinkan, maka disarankan membuat sebuah tanda atau pelinggih khusus yang berfungsi sebagai penghalang baik secara sekala maupun niskala.
***